NAMA : ASEP WIDODO
KELAS : 3PA04
MK : PSIKOLOGI MANAJEMEN
TUGAS : 12
TUGAS
SOFTKILL PSIKOLOGI MANAJEMEN
Definisi Empowerment Kunci
efektif Empowerment Definisi Stres, Sumber Stress Pendekatan Stress
A.
Definisi
Empowerment Kunci efektif Empowerment
Pemberdayaan
didefinisikan sebagai suatu kelompok atau kapasitas individu untuk membuat
pilihan yang efektif, yaitu, untuk membuat pilihan dan kemudian mengubah
pilihan-pilihan dalam tindakan yang diinginkan dan hasil (Alsop et al,
2006:10). (Pemberdayaan didefinisikan sebagai nama kelompok atau individu
KAPASITAS untuk membuat pilihan Yang efektif, yaitu untuk membuat pilihan Dan
kemudian mentrnsformasikan pilihan nihil Ke Dalam, tindakan Dan REVENUES Yang
diharapkan). Pemberdayaan melibatkan perubahan kualitatif . Pengukuran numerik
yang tepat dari jenis yang digunakan untuk menangkap perubahan dalam produksi,
konsumsi dan pendapatan , tidak dapat diterapkan pada perubahan yang terjadi
sebagai hasil dari pemberdayaan . Pemberdayaan melibatkan proses yang di
dilakukan oleh individu atau kelompok , yang mengarah ke perubahan dalam
tingkat kontrol yang mereka miliki atas aset tertentu , ditambah perubahan
dalam hubungan mereka dengan orang lain ( Bartlett , 2004:12 ) .
Pemberdayaan
melibatkan proses. Beberapa transformasi dapat terjadi dalam waktu beberapa jam
, tapi lain waktu bertahun-tahun ( Bartlett , 2004:12 ). Proses pemberdayaan
berarti transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke keadaan kontrol lebih besar
atas kehidupan , nasib , dan lingkungan seseorang. Proses ini bertujuan untuk
mengubah tiga dimensi dari kondisi sosial , yaitu , untuk membawa perubahan
dalam : perasaan dan kapasitas masyarakat , kehidupan kolektif yang mereka
milik , dan praktek profesional yang terlibat dalam situasi tersebut ( Sadan ,
2004:13 ). Empowerment memerlukan
individu bertanggungjawab dalam menyiapkan keseluruhan tugas. Pekerja bertanggung
jawab sepenuhnya dan accountable kepada tugasan atau kuasa yang telah
diserahkan kepadanya. Dalam perkataan lain, empowerment menjurus kepada
perluasan bidang kerja terutama dari sudut interaksi dan kebergantungan dengan
pihak lain dalam organisasi (Besterfield, D.H et al. 2003:96).
B.
PENGERTIAN
STRESS
Terdapat beberapa
pengertian tentang stress yang dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang
keilmuan. Levi (1991) mendefinisikan stress sebagai berikut: Dalam bahasa
tekhnik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh. Dalam
bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan proses tubuh untuk
beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh. Secara
umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan
penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa. Secara lebih tegas Manuaba (1998)
memberikan definisi sebagai berikut: Stress adalah segala rangsangan atau aksi
dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu
sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari
menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya
dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada
menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
Selanjutnya Mendelson (1990) mendefinisikan
stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu
ketidak nyamanan dalam kerja. Sedangkan respon stress merupakan suatu total
emosional individu dan atau merupakan respon fisiologis terhadap kejadian yang
diterimanya. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat digaris bawahi bahwa
stress muncul akibat adanya berbagai stressor yang diterima oleh tubuh, yang
selanjutnya tubuh memberikan reaksi (strain) dalam beranekaragam tampilan. Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa
stress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai
bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan). Dan secara
konsep stress dapat didefinisikan menurut variabel kajian: Stress sebagai
stimulus. Stress sebagai variable bebas (independent variable) menitik beratkan
pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor. Sebagai contoh: petugas air
traffics control merasa lingkungan pekerjaannya penuh resiko tinggi, sehingga
mereka sering mengalami stress akibat lingkungan pekerjaannya tersebut. Stress
sebagai respon.
Stress sebagai
variable tergantung (dependent variabel) memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap
stressor. Sebagai contoh: seseorang mengalami stress apabila akan menjalani
ujian berat. Respon tubuh (strain) yang dialami dapat berupa respon psikologis
(prilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan stress itu sendiri) dan respon
fisiologis (jantung berdebar, perut mulas-mulas, badan berkeringat dll) Stress
sebagai interaksi antara individu dan lingkungannya. Stress disini merupakan
suatu proses penghubung antara stressor dan strain dengan reaksi stress yang
berbeda pada stressor yang sama.
C.
FAKTOR
PENYEBAB TERJADINYA STRESS
Untuk dapat
mengetahui secara pasti, faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya
stress sangatlah sulit, oleh karena sangat tergantung dengan sifat dan
kepribadian seseorang. Suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress pada
seseorang tetapi belum tentu akan menimbulkan hal yang sama terhadap orang
lain. Menurut Patton (1998) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut
sering disebabkan faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak
stressor bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain: Kondisi individu
seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan,
kebudayaan dll. Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrover, tingkat
emosional, kepasrahan, kepercayaan diri dll. Sosial – kognitif seperti dukungan
sosial, hubungan social dengan lingkungan sekitarnya Strategi untuk menghadapi
setiap stress yang muncul.
Kaitannya dengan
tugas-tugas dan pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stress
kemungkinan besar lebih spesifik. Clark (1995) dan Wantoro (1999)
mengelompokkan penyebab stress (stressor) di tempat kerja menjadi tiga kategori
yaitu stressor fisik, psikofisik dan psikologis. Selanjutnya Cartwright et. Al
(1995) mencoba memilah-milah penyebab stress akibat kerja menjadi 6 kelompok
yaitu: Faktor intrinsik pekerjaan, sangat potensial menjadi penyebab terjadinya
stress dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental. Faktor tersebut
meliputi:
1.
Keadaan
fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan
lembab dll).
2.
Stasiun kerja yang tidak ergonomis.
3.
Kerja
shift atau jam kerja yang panjang
4.
Perjalanan
ke dan dari tempat kerja yang semakin macet,
5.
Pekerjaan
beresiko tinggi dan berbahaya
6.
Pemakaian
tekhnologi baru
7.
Beban
kerja berlebih
8.
Adaptasi
pada jenis pekerjaan baru dlL
Faktor peran
individu dalam organisasi kerja. Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung
jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi dibandingkan
dengan beban kerja fisik. Dalam suatu penelitian tentang stress akibat kerja
menemukan bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan
ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan mempunyai resiko
terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah yang lebih tinggi serta
mempunyai kecenderungan merokok yang lebih banyak dari karyawan yang lain.
Faktor hubungan kerja. Hubungan seperti adanya kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja
Faktor pengembangan karier. Menurut Wantoro (1999) faktor pengembangan karier yang dapat menjadi pemicu stress adalah:
Faktor hubungan kerja. Hubungan seperti adanya kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja
Faktor pengembangan karier. Menurut Wantoro (1999) faktor pengembangan karier yang dapat menjadi pemicu stress adalah:
1.
Ketidak
pastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi
kerja dll.
kerja dll.
2.
Promosi
berlebihan atau kurang, promosi yang terlalu cepat atau tidak sesuai
dengan kemampuan individu akan menyebabkan stress bagi yang bersangkutan
atau sebaliknya bahwa seseorang merasa tidak pernah dipromosikan sesuai
dengan kemampuannya juga menjadi penyebab stress
dengan kemampuan individu akan menyebabkan stress bagi yang bersangkutan
atau sebaliknya bahwa seseorang merasa tidak pernah dipromosikan sesuai
dengan kemampuannya juga menjadi penyebab stress
Faktor struktur
organisasi dan suasana kerja. Penyebab stress yang berhubungan dengan struktur
organisasi dan suasana kerja biasanya berawal dari budaya organisasi dan model
manajemen yang dipergunakan. Beberapa faktor penyebabnya adalah, kurangnya
pendekatan partisipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi
dan kebijaksanaan kantor, selain itu pemilihan dan penempatan karyawan pada
posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress Faktor di luar pekerjaan.
Faktor kepribadian seseorang (ekstrover atau introvert) sangat berpengaruh
terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat
mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain. Perselisihan antar anggota
keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab
timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan
kerja.
Selain
faktor-faktor tersebut tentunya masih banyak faktor penyebab lainnya seperti: Ancaman
pemutusan hubungan kerja Faktor ini sering kali menghantui para karyawan di
perusahaan dengan berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti. Contoh kasus
pengeboman hebat yg terjadi pada tgl 12 Oktober 2002 di Legian Kuta Bali, kasus
ini memberi dampak negative dibidang ketenaga kerjaan, ribuan karyawan sector
pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja akibat menurunnya turis yang
dating ke Bali. Kondisi demikian sudah barang tentu menimbulkan keresahan bagi
karyawan dan berakibat kepada timbulnya stress.
Perubahan politik
nasional Krisis ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak perusahaan melakukan
efisiensi dalam bentuk perampingan organisasi. Akibatnya ribuan karyawan
terancam berhenti kerja atau pensiun muda dan pencari kerja kehilangan lowongan
pekerjaan.Stress dan depresi menjadi bahasa popular pada kalangan masyarakat
pekerja maupun pencari kerja Krisis ekonomi nasional.
D.
PENGARUH
STRESS
Telah dijelaskan
bahwa reaksi tubuh terhadap stressor pada seseorang sangat bervariasi dan
berbeda dari masing-masing orang yang menerimanya. Perbedaan reaksi disebabkan
oleh beberapa faktor seperti: faktor psikologis dan social-budaya seseorang.
Mathews (1989) menjelaskan secara spesifik tentang reaksi stress akibat kerja
yaitu: Reaksi psikologis. Stress biasanya merupakan perasaan subyektif
seseorang sebagai bentuk kelelahan, kegelisahaan (anxiety) dan depresi. Reaksi
psikologis kepada stress dapat dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan
dan prilaku (arousal).
Respon social.
Respon social.
Setelah beberapa
lama mengalami kegelisahaan, depresi, konflik dan stress di tempat kerja, maka
pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan keluarga dan lingkungan social. Respon
stress kepada gangguan kesehatan atau reaksi fisiologis. Bila tubuh mengalami
stress. Maka akan terjadi perubahan fisologis sebagai jawaban atas terjadinya
stress. Adapun system didalam tubuh yang mengadakan respon adalah diperantarai
oleh saraf otonom, hypothalamic-pituitari axis dan pengeluaran katekolamin yang
akan mempengaruhi fungsi-fungsi organ di dalam tubuh seperti system
kardiovaskuler, system gastro intestinal dan gangguan penyakit lainnya
(Wantoro, 1999)
Respon Individu.
Respon Individu.
Pengaruhnya sangat
tergantung dari sifat dan kepribadian seseorang. Dalam menghadapi stress,
individu dengan kepribadian introvert akan bereaksi lebih negatif dan menderita
ketegangan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian
ekstrofert. Seseorang dengan kepribadian fleksibel atau luwes akan mengalami
ketegangan yang lebih besar dalam suatu konflik, dibandingkan dengan mereka yang
berkepribadian rigid.
Sedangkan pengaruh
stress di tempat kerja, reaksi stress dikelompokkan menjadi dua yaitu
pengaruhnya kepada individu dan organisasi kerja. Pengaruh terhadap individu
seseorang
Reaksi emosional. Dalam keadaan stress tingkat emosi seseorang sangat tidak stabil di mana sering kita lihat orang tersebut mudah marah, emosi yang tidak terkontrol, curiga yang berlebihan, perasaan tidak aman dll (Mendelson, 1990).Reaksi perubahan kebiasaan. Dalam keadaan stress atau tertekan seseorang dengan tanpa sadar mencari pelarian dari permasalahan yang diterima yang terkadang mempengaruhi kebiasaan seseorang.
Reaksi emosional. Dalam keadaan stress tingkat emosi seseorang sangat tidak stabil di mana sering kita lihat orang tersebut mudah marah, emosi yang tidak terkontrol, curiga yang berlebihan, perasaan tidak aman dll (Mendelson, 1990).Reaksi perubahan kebiasaan. Dalam keadaan stress atau tertekan seseorang dengan tanpa sadar mencari pelarian dari permasalahan yang diterima yang terkadang mempengaruhi kebiasaan seseorang.
Sebagai contoh
perubahan kebiasaan untuk merokok, minum-minuman keras dan penggunaan obat-obat
terlarang. Perubahan fisiologis. Dalam keadaan stress otot-otot kepala dan
leher menjadi tegang yang menyebabkan sakit kepala, susah tidur (insomnia),
gangguan fisiologis lainnya dapat berupa hipertensi, sakit ginjal, serangan
jantung, maag, menurunnya daya tahan tubuh dll. Pengaruh terhadap organisasi Akibat
stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik.
Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan
kerja menjadi tegang dan rendahnya kualitas pekerjaan dll. Apapun bentuk reaksi
tubuh terhadap stressor yang diterimanya akan menimbulkan dampak negatif berupa
stress yang dapat merugikan. Dan secara pasti bahwa hampir semua orang telah
mengalami stress dalam kehidupannya. Hal terpenting adalah bagaimana kita dapat
mengenali, mencegah, mengelola dan mengendalikan stress agar kita tetap dapat
berpenampilan dan berprestasi dengan baik dalam setiap aktivitas yang kita
lakukan.
E.
PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN STRESS AKIBAT KERJA
Berbagai faktor
penyebab terjadinya stress merupakan bagian terintegrasi dalam kehidupan
manusia yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Faktor terjadinya stress
tersebut sangatlah komplek dan bervariasi serta sangat sulit untuk
diidentifikasi secara pasti apa yang menjadi penyebab stress sesungguhnya.
Sehingga sering kita temui bahwa seseorang yang terkena stress biasanya tidak
menyadari terhadap apa yang sedang dialaminya.
Sauter, et a.l (1990) dikutip dari Nasional Institute for Occupational
Safety and Health (NIOSH) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara untuk
mengurangi atau meminimalisasi stress akibat kerja sebagai berikut:
1.
Beban
kerja baik fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan atau
kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban
berlebih maupun beban yang terlalu ringan.
2.
Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap
tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.
3.
Setiap
pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan
promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.
4.
Membantu
lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara tenaga kerja yang satu dengan
yang lain, tenaga kerja-supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi akan membuat
situasi yang nyaman.
5.
Tugas-tugas
pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar
pekerja dapat menggunakan keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk
meningkatkan karier dan pengembangan usaha.
Dilain pihak
Cartwright et al (1995) dikutip dari Elkin dan Rosch (1990) juga memberikan
cara-cara untuk mengurangi stress akibat kerja secara lebih spesifik yaitu:
1.
Redesain
tugas-tugas pekerjaan
2.
Redesain
lingkungan kerja
3.
Menerapkan
waktu kerja yang fleksibel
4.
Menerapkan
manajemen partisipatoris
5.
Melibatkan
karyawan dalam pengembangan karier
6.
Menganalisis
peraturan kerja dan menetapkan tujuan (goals)
7.
Mendukung
aktivitas sociaL
8.
Membangun
tim kerja yang kompak
9.
Menetapkan
kebijakan ketenaga kerjaan yang adil
Selain cara-cara
tersebut di atas, tentunya masih banyak strategi lain yang dapat dikembangkan
untuk meminimalisasi terjadinya stress, khususnya stress yang menyangkut
pekerjaan. Namun demikian secara ringkas langkah-langkah yang harus dilakukan
untuk mengurangi terjadinya stress adalah sebagai berikuta; Menghilangkan
faktor penyebab stress, khususnya yang berasal dari tasks, organisasi kerja dan
lingkungan kerja. memposisikan pekerja pada posisi yang seharusnya (the right
man on the right place) Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur
dan tradisi masyarakat pekerjanya. Menjamin perasaan aman setiap pekerja. Selanjutnya
untuk dapat lebih memahami hubungan antara tuntutan tugas sebagai penyebab
terjadinya stress (stressor), kapasitas kerja dan akibat yang ditimbulkan
(strain)
Sumber:
http://www.infodiknas.com/definisi-dan-teori-pemberdayaan.html
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pemberian_dan_Perwakilan_Kuasa
http://www.slideshare.net/xxxzizaoxxx/konflik-dan-stress-kerja
http://www.infodiknas.com/definisi-dan-teori-pemberdayaan.html
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pemberian_dan_Perwakilan_Kuasa
http://www.slideshare.net/xxxzizaoxxx/konflik-dan-stress-kerja
Ivancevich,
John M., Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2007. Perilaku dan Manajemen
Organisasi Edisi 7 (2). Jakarta: Erlangga
Kreitner,
Robert, Angelo kinicki. Tanpa Tahun. Perilaku Organisasi . Terjemahan Erly
Suandy. 2005. Jakarta: Salemba Empat
Robbins,
Stephen P. Tanpa Tahun. Perilaku Organisasi. Terjemahan Hadyana Pujaatmaka.
2002. Jakarta: PT Prenhallindo
Robbins,
Stephen P., Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Andi Offset
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Andi Offset
Suprihanto,
John, TH. Agung M. Harsiwi, Prakoso Hadi. 2003. Perilaku Organisasional.
Yogyakarta: STIE YKPN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar